I. Apa
itu Makroekonomi?
Istilah makro berasal dari kata Yunani yang berarti
"besar"; dengan demikian Makroekonomi adalah mempelajari agregat
ekonomi. Agregat ekonomi yang akan kita bahas meliputi variabel berikut:
·
Produk Nasional Bruto (PNB/GNP);
·
Tingkat Harga Umum;
·
Tingkat Pengangguran;
·
Jumlah Uang Beredar; dan
·
Kekayaan Nasional.
II. Indikator
penting kinerja ekonomi makro
A.
Laju pertumbuhan tahunan PNB/GNP
B.
Tingkat inflasi
C.
Tingkat pengangguran
III. Kategori
Utama Alat Stabilisasi untuk Mencapai Tujuan Ekonomi Nasional
A.
Kebijakan moneter
Meliputi kontrol atas instrumen kebijakan seperti uang beredar dan
suku bunga
B.
Kebijakan fiskal
Meliputi perubahan dalam pengeluaran pemerintah dan tarif
pajak; tingkat pajak adalah instrumen kebijakan kebijakan fiskal
C.
Kategori lain-lain
Mencakup hal-hal yang berbeda seperti kontrol harga/tingkat-upah, kebijakan pendapatan, dan kebijakan
tenaga kerja
IV. Perselisihan
antara Ekonom
Selalu ada banyak ketidaksepakatan di antara para ekonom tentang apa yang menentukan level dan tingkat
pertumbuhan GNP, harga umum,
dan pengangguran. Bahkan lebih
kontroversi terkait pilihan kebijakan yang spesifik; satu kebijakan yang sering
dilakukan erat dengan salah satu teori yang sering digunakan. Sebagai contoh:
· Mereka yang percaya bahwa inflasi biasanya
disebabkan oleh "uang yang beredar
lebih banyak daripada barang yang beredar" kemungkinan besar akan
merekomendasikan kebijakan moneter yang
mengurangi peningkatan jumlah uang yang
beredar.
· Mereka yang melihat inflasi
sebagai sebuah situasi di mana pengeluaran agregat melebihi usaha nyata perekonomian dalam
memasok barang mungkin akan merekomendasikan kebijakan fiskal yang mengurangi
pengeluaran pemerintah dan meningkatkan tarif pajak.
· Mereka yang melihat inflasi
sebagai akibat dari kekuatan
ekonomi bisnis besar dan/atau serikat pekerja besar mungkin akan
merekomendasikan kontrol harga dan
upah.
Singkatnya, kontroversi atas kebijakan stabilisasi akan
mengakibatkan para ekonom tidak setuju pada teori yang mendasari.
Spesifikasi kebijakan stabilisasi juga menghasilkan perbedaan
pendapat di antara mereka yang setuju pada teori yang mendasari. Misalnya,
telah disepakati kebijakan stabilisasi yang benar adalah penurunan pengeluaran pemerintah dan
peningkatan pajak. Sebuah perselisihan pasti akan timbul sehubungan
dengan (1) apakah campuran yang tepat
antar peningkatan pajak dan penurunan belanja pemerintah, (2) pajak yang harus ditingkatkan (bagi yang
berpendapatan rendah, sedang, atau tinggi), dan (3) apa jenis pengeluaran pemerintah yang harus
dikurangi (kesejahteraan, pertahanan nasional, atau pendidikan).
Akhirnya, kita harus menunjukkan bahwa ideologi memainkan peran
penting dalam kebijakan stabilisasi dan memang dalam kerangka teori
ekonomi itu sendiri. Jadi, jika dapat membuktikan bahwa tujuan-tujuan ekonomi
nasional dapat dicapai dengan bijaksana, menggunakan salah satu dari tiga jenis
kebijakan, banyak ekonom akan memilih salah satu metode dari yang lainnya
karena dua kriteria lainnya sebagai efek dari kebijakan distribusi pendapatan
atau efek dari kebijakan dalam kaitannya dengan kebebasan ekonomi. Aturan yang
baik untuk diingat adalah bahwa ideologi dapat memuat analisis ekonomi dan
pembentukan kebijakan. Karena konsep ekonomi sulit untuk mendefinisikan (sedemikian
rupa sehingga memungkinkan pengukuran), ilmu sering dicampur dengan ideologi.
V. Konsep
Pendapatan Nasional
A.
Gross
Domestic Product (GDP)
Produk Domesti Bruto / GDP
menghitung hasil produksi suatu perekonomian tanpa memperhatikan siapa pemilik
faktor produksi tersebut. Akibatnya PDB kurang memberikan gambaran tentang
seberapa besarnya output yang
dihasilkan oleh suatu faktor produksi milik perekonomian domestik.
B.
Gross
National Product (GNP) atau Produk Nasional Bruto (PNB)
GNP adalah jumlah barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat
selama satu tahun. Nett National Product (NNP).
PNB = PDB +
PFPN
PFPN = PFLN - PFDN
Dimana:
PNB =
Produk Nasional Bruto
PDB =
Produk Domestik Bruto
PFPN = Pendapatan Faktor Produksi Neto
PFLN =
Pendapatan Faktor Produksi Luar Negeri (yang ada di dalam negeri)
PFDN = Pendapatan Faktor Produksi Dalam Negeri (yang
ada di luar negeri)
C. Net National Product (NNP)
Produk Nasional
Bruto (GNP) dikurangi penyusutan dan penggantian modal.
PNN = PNB – Depresiasi
D. Net National Income
(NNI)
NNI adalah produksi nasional netto (NNP) setelah dikurangi pajak
tidak langsung, seperti pajak penjualan dan bea impor.
Pendapatan Nasional (PN) merupakan
balas jasa atas seluruh faktor produksi yang digunakan. Untuk mendapatkan angka
PN kita harus mengurangi PNN dengan angka pajak tidak langsung(PTL) dan
menambahkan angka subsidi (S).
PN =
PNN – PTL + S
Keterangan:
PN
= Pendapatan Nasional (National Income)
PNN = Produk Nasaional Netto (Net
National Product)
PTL
= Pajak Tidak Langsung
S
= Subsidi
E.
Personal
Income (PI)
Personal Income adalah pendapatan perseorangan yang diterima oleh seseorang karena
turut serta proses produksi, PI ini merupakan pendapatan kotor.
Pendapatan Personal (PP) adalah bagian
yang merupakan hak individu dalam perekonomian, sebagai balas jasa atas keikutsertaan
dalam proses produksi. Pendapatan Personal (PP) diperoleh dari: PP = PN – LTB –
PAS + PIGK + PNBJ
Keterangan:
PP
= Pendapatan Personal (Personal Income)
PN =
Pendapatan Nasional (National Income)
LTB =
Laba Perusahaan Yang Tidak Dibagikan (Retained
Earnings)
PAS =
Pembayaran Asuransi Sosial (Social
Insurance)
PIGK= Pendapatan Bunga yang Diterima
Pemerintah dan Konsumen (Personal
Interest Income Received from Government and Consumers)
PNBJ= Pendapatan Non Balas Jasa (Transfer Payment to Persons)
F. Disposible Income (DI)
Pendapatan bebas yang menjadi hak milik penerima, ini pendapatan
bersih yang sehari- hari dikenal dengan take home pay. Yang dimaksud dengan pendapatan personal disposable (PPD) adalah
pendapatan personal yang siap dibelanjakan. Dipakai individu baik untuk
membiayai konsumsinya maupun untuk ditabung. PPD diperoleh dari:
PPD = PP - Pajak Langsung (personal
taxes).
VI. Pendekatan
Perhitungan Pendapatan Nasional
A.
Produksi (Production Approach)
Menghitung besar pendapatan nasional dengan mengumpulkan data-data
hasil produksi akhir di setiap sektor dalam suatu periode tertentu yang dinilai
berdasarkan harga pasar, yang kemudian nilai akhir tersebut dijumlahkan.
NI = P1.Q1 + ....... Pn.Qn
Nilai pendapatan nasional yang diperoleh dengan cara ini dinamakan
Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product).
B.
Penghasilan (Income Approach)
Pendekatan ini dilakukan dengan menjumlahkan seluruh pendapatan
yang diterima oleh para pemilik faktor produksi yang digunakan dalam proses
produksi, misalnya unsur produksi tanah, tenaga kerja, modal dan
pengusaha. Unsur ini akan menerima balas jasa dari pihak yang
menggunakannya, yang berupa sewa, gaji dan upah, bunga modal dan laba
perusahaan.
Pendekatan ini biasanya disebut pula dengan pendekatan biaya,
karena pendapatan yang diterima oleh pemilik faktor juga merupakan biaya yang
dikeluarkan oleh perusahaan. Pendapatan nasional dengan pendekatan ini apabila
ditambah pajak langsung dan penyusutan, maka akan sama dengan produk domestik
bruto (PDB).
C.
Pengeluaran (Expenditure Approach)
Pendekatan ini dilakukan dengan menjumlahkan seluruh pengeluaran
dalam rumah tangga perekonomian:
· Rumah tangga masyarakat
· Rumah tangga perusahaan
· Rumah tangga pemerintah
· Luar negeri
Secara matematis
digambarkan sebagai berikut:
Y = C + I + G + (X - M)
|
Keterangan:
Y : Pendapatan Nasional
C : Pengeluaran RT
masyarakat (Consume)
I :
Pengeluaran RT perusahaan (Investment)
G : Pengeluaran
pemerintah (Government)
X - M : Pengeluaran luar negeri (Selisih antara Export dan Import)
VII. Kelemahan
Konsep Pendapatan Nasional
- Pertumbuhan ekonomi atau GNP/GDP, tidak menggambarkan keadaan ekonomi secara individu. Kenyataan menunjukkan ada perbedaaan pertumbuhan persektor atau antara unit dalam satu sektor, sehingga tidak menggambarkan pemerataan kesejahteraan masyarakat.
- Perhitungan pendapatan nasional yang tertuang dalam produk nasional bruto (PNB) di negara berkembang pada umumnya tidak dapat dilakukan secara tepat, sebab sulit untuk mengetahui barang-barang yang dihasilkan oleh rumah tangga yang khususnya ditujukan untuk konsumsi. Misalnya tanaman pekarangan. Sekiranya barang tersebut tidak diperhitungkan dalam PNB, maka dengan sendirinya tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya.
- Dalam perhitungan PNB/GNP sangat sulit menemukan data yang konkrit tentang kegiatan murni sesuatu unit ekonomi, sehingga sering kali terdapat perhitungan dua kali (double counting).
- Tingkat harga yang berbeda antara negara yang satu dengan negara yang lainnya, sehingga sulit menggunakannya sebagai bahan perbandingan pedapatan nasional negara lain. Kesulitan ini dapat diatasi dengan menggunakan harga konstan, akan tetapi akan sering kali terjadi tahun dasar yang digunakan di negara lain berbeda dengan tahun dasar yang di gunakan di Indonesia.
A.
Kriteria GNP
1.
Barang/Jasa harus dijual melalui pasar.
Nilai barang akhir tercermin pada harga pasar barang/jasa karena
pembeli melakukan pembelian secara sukarela. Pembeli akan membayar lebih untuk
sebuah Mercedes daripada dasi karena nilai mercedes lebih tinggi daripada dasi.
2.
Barang/Jasa harus menjadi barang akhir.
Ini berarti bahwa barang/jasa tidak dihitung kembali dalam periode
yang sama. Seperti batu bara yang akan digunakan dalam produksi baja, atau baja
yang akan digunakan dalam produksi mobil di masa sekarang tidak dihitung dalam
GNP dalam rangka untuk menghindari dua kali perhitungan.
3.
Barang/Jasa harus diproduksi saat ini.
Periode biasanya satu tahun, meskipun perkiraan GNP dibuat
triwulan (setiap tiga bulan) dan tahunan. Jelas, penjualan barang-barang yang
diproduksi dalam periode sebelumnya (seperti menggunakan mobil atau rumah yang
dimiliki sebelumnya) tidak memenuhi syarat untuk dimasukkan dalam GNP saat ini.
B.
Komponen- komponen GNP
Komponen GNP berikut telah dijelaskan
pada bagian sebelumnya, berikut ini adalah Arus lingkar dari komponen GNP:
A.
Definisi
Inflasi merupakan suatu keadaan perekonomian dimana tingkat harga
dan biaya- biaya umum naik; misalnya naiknya harga beras, harga bahan bakar,
harga mobil, upah tenaga kerja, harga tanah, sewa barang-barang modal.
Inflasi merupakan fenomena ekonomi yang selalu menarik dibahas
terutama berkaitan dengan dampaknya yang luas terhadap makro ekonomi agregat:
pertumbuhan ekonomi, keseimbangan eksternal, daya saing, tingkat bunga dan
bahkan distribusi pendapatan. Tingkat harga merupakan opportunity cost untuk
memegang asset finansial. Artinya masyarakat akan merasa beruntung jika
memegang aset dalam bentuk riil dibandingkan dengan aset finansial jika tingkat
harga tetap lebih tinggi. jika aset luar negeri dimasukkan sebagai salah satu pilihan
aset, maka perbedaan tingkat inflasi dalam negeri dan internasional dapat
menyebabkan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing menjadi overvalued dan
pada gilirannya akan menghilangkan daya saing komoditas dalam negeri.
Inflasi merupakan variabel penghubung antara tingkat bunga dan
nilai tukar efektif, dimana dua variabel ini merupakan variabel penting dalam
menentukan pertumbuhan dalam sektor produksi. Kenaikkan tingkat harga (inflasi)
yang tinggi dapat menyebabkan:
- memburuknya distribusi pendapatan.
- berkurangnya tabungan domestik yang merupakan sumber dana investasi bagi negara berkembang.
- terjadinya defisit dalam neraca perdagangan serta meningkatkan besarnya utang luar negeri.
- timbulnya ketidakstabilan politik.
Pengetahuan tentang bagaimana mengukur inflasi, penyebab inflasi
menjadi sangat penting bagi pengambil keputusan. Dalam bagian ini akan membahas
bagaimana mengukur inflasi dan faktor penyebabnya. Berikut ini adalah membahas
tentang bagaimana mengukur inflasi dan penyebabnya terjadinya inflasi.
B.
Penyebab Inflasi
1.
Demand Pull Inflation
Demand pull inflation atau inflasi sebagai akibat dari tarikan
permintaan yang sering disebut juga dengan kelebihan permintaan. Kenaikan
permintaan masyarakat akan barang konsumsi yang mendorong pemerintah dan para
pengusaha untuk menambah investasi melalui kredit. Apabila permintaan tersebut
terus-menerus bertambah sedangkan seluruh faktor produksi sudah digunakan
secara full, maka hal ini akan menimbulkan kenaikan harga. Kenaikan harga yang
terus-menerus ini akan menimbulkan inflasi, dan inflasi yang terlalu tinggi
pada gilirannya bukan lagi menciptakan kesempatan kerja, tetapi sebaliknya akan
menimbulkan pengangguran tenaga kerja. Hal ini dapat dipahami jika harga-harga
naik tidak diikuti oleh kenaikan upah atau gaji, seperti tenaga kerja dengan
upah yang dikontrak selarna beberapa tahun, sehingga menimbulkan daya beli
masyarakat menjadi rendah.
Jika proses ini tetap terjadi dengan daya beli yang tetap rendah,
maka produksi akan berhenti dan tenaga kerja akan diberhentikan dari
pekerjaannya. Dengan demikian banyak tenaga kerja yang menganggur.
2.
Cost Push Inflation
Cost push inflation yaitu inflasi yang disebabkan oleh adanya
kenaikan biaya produksi. Harga-harga dan upah naik sebelum tercapainya tingkat
penggunaan sumber daya secara penuh. Buruh memaksa menuntut kenaikan upah,
walaupum masih banyak tenaga kerja yang tidak bekerja.
Hal ini dapat terjadi walaupun masih banyak tenaga kerja yang
belum bekerja, apalagi jika tenaga kerja tersebut tidak memiliki keahlian
tertentu yang sesuai dengan kebutuhan akan pekerjaan. Karena itu tenaga kerja
yang memiliki keahlian tinggi di bidang tertentu, akan menuntut atau menawarkan
tenaganya dengan harga tinggi. Upah dan biaya produksi yang tinggi akan harga
tinggi mendorong produsen untuk menjual hasil produksinya dengan harga yang
tinggi, yang pada akhirnya mendesak harga-harga yang lain ikut berlomba naik.
Perlu diingat bahwa inflasi yang disebabkan oleh biaya produksi
naik ini akan diikuti oleh turunnya produksi, yang pada gilirannya akan banyak
tenaga kerja yang diberhentikan atau menganggur.
3.
Pemerintah Banyak Mencetak Uang
Pemerintahan melalui bank sentral terlalu banyak menciptakan uang,
karena ingin melayani permintaan kredit dari masyarakat umum dan dari dunia
usaha pada khususnya. Menurut penganut teori kuantitas, bahwa terjadinya
inflasi hanya disebabkan oleh satu faktor yaitu pemerintah terlalu banyak
mencetak uang baru sehingga jumlah uang yang beredar akan bertambah.
Pertambahan jumlah uang yang beredar ini, jika tidak diimbangi dengan
penciptaan barang di pasar, atau barang tetap tidak bertambah, maka harga
barang tersebut akan naik.Jika hal ini terjadi secara terus-menerus, maka
timbul inflasi.
4.
Inflasi pada barang Impor
C.
Dampak Inflasi
Inflasi akan membawa dampak terhadap perekonomian suatu negara.
Sadono (2008, hal. 339) menjelaskan dampak inflasi sebagai berikut;
·
Inflasi akan menurunkan
pendapatan riil orang-orang yang berpendapatan tetap. Pada umumnya
kenaikan upah tidaklah secepat kenaikan harga-harga. Maka inflasi akan
menurunkan upah riil individu-individu yang berpendapat tetap.
·
Inflasi akan mengurangi nilai
kekayaan yang berbentuk uang. Sebagian kekayaan masyarakat disimpan
dalam bentuk uang. Simpanan di bank, simpanan tunai. Nilai riilnya akan menurun
apabila inflasi berlaku.
·
Memperburuk pembagian kekayaan. Telah ditunjukkan bahwa penerima pendapatan tetap akan mengalami
kemerosotan dalam nilai riil pendapatannya, dan pemilik kekayaan bersifat
keuangan mengalami penurunan dalam nilai riil kekayaannya. Akan tetapi pemilik
harta-harta tetap, seperti tanah, bangunan dan rumah dapat mempertahankan atau
menambah nilai riil kekayaannya. Juga sebagian penjual/pedagang dapat
mempertahankan nilai riil pendapatannya. Dengan demikian inflasi menyebabkan
pembagian pendapatan di antara golongan berpendapatan tetap dengan
pemilik-pemilik harta tetap dan penjual/pedagang akan semakin tidak merata.
D.
Mengukur Inflasi
1.
Harga yang implisit GNP Deflator
GNP nominal mengukur nilai
akhir barang dan jasa dalam harga yang berlaku saat sekarang. Sebagai contoh,
pada 2009 GNP nominal mengukur nilai semua barang dan jasa yang diproduksi di
Indonesia selama tahun 2009 di harga yang berlaku pada tahun 2009; GNP nominal
pada tahun 2005 mengukur nilai semua barang dan jasa yang dihasilkan pada tahun
2005 dinilai pada harga yang berlaku pada tahun 2005, dan seterusnya.
Dalam bentuk persamaan, GNP nominal dapat ditulis sebagai berikut:
GNP2009 = P2009 x Q2009
GNP riil mengukur nilai akhir barang dan jasa
dengan harga-harga tetap yang telah ditetapkan pada masa lampau dengan kata
lain menggunakan tahun sebelumnya sebagai tahun dasar. Misalnya tahun 2000
digunakan sebagai tahun dasar; dengan demikian, GNP riil pada tahun 2009 adalah
ukuran dari nilai output tahun 2009 dievaluasi dalam kaitannya dengan harga
yang berlaku pada tahun 2000.
Dalam bentuk persamaan, sebagai berikut:
GNP2009 = P2000 x Q2009
2.
Indeks Harga Konsumen
Ingatlah bahwa harga GNP deflator adalah ukuran dari kenaikan
harga seluruh barang dan jasa akhir melalui waktu. Bagaimanapun pengukuran
tersebut hanya pada bagian tertentu dari semua harga (harga konsumen). Indeks
Harga Konsumen (CPI) adalah indeks dari harga pasar tetap barang dan jasa.
Indeks adalah mewakili harga barang yang biasanya dibeli. Karena beberapa
barang dan jasa adalah lebih penting daripada barang dan jasa yang lain, dalam
arti bahwa mereka memerlukan persentase yang lebih tinggi dari pengeluaran
anggaran yang representatif bagi setiap orang, indeks ini (seperti harga GNP
deflator) adalah rata-rata tertimbang. CPI termasuk pajak tidak langsung
(penjualan, cukai, dan sebagainya) tetapi tidak termasuk pajak penghasilan.
Akibatnya, CPI mengukur biaya melalui waktu yang diberikan barang dan jasa. Ini
sama dengan rasio tahun dasar pasar saat ini dinilai pada harga tahun- tahun
dasar pasar senilai harga dasar tahun (di kali 100 untuk menghapus desimal).
E.
Kebijakan Mengatasi Inflasi
Inflasi dapat ditanggulangi dengan beberapa cara, tergantung pada
sebab yang menimbulkan inflasi.
Inflasi yang disebabkan oleh kelebihan permintaan dapat dengan
mengurangi investasi atau mengurangi pengeluaran pemerintah. Dan dapat pula
dilakukan melalui kenaikan pajak-pajak untuk mengurangi permintaan konsumen,
mengurangi pajak pendapatan.
Sedangkan untuk mengatasi inflasi karena desakan biaya (cost push
inflation), dapat dilakukan dengan melalui peningkatan produksi dengan
mengimpor bahan-bahan dari luar negeri untukdigunakan dalam proses produksi
dalam negeri. Atau dengan cara lain perusahaan dapat melakukan
efisiensi produksi dengan menekan biaya-biaya seperti biaya transport.
Sedangkan menurut teori kuantitas cara yang paling ampuh untuk
menanggulagi inflasi adalah dapat dilakukan dengan kebijaksanaan melalui bank
sentral yaitu mengurang jumlah uang yang beredar. Menurut para penganut teori
kuantitas, bahwa inflasi yang disebabkan oleh apapun, dapat ditanggulangi
dengan mengurangi jumlah uang yang beredar.
1.
Fiskal
Menambah pajak dan mengurangi pengeluaran pemerintah
2.
Moneter
Menaikkan suku bunga dan membatasi kredit
3.
Segi Penawaran
Melakukan langkah-langkah yang dapat mengurangi biaya produksi dan
menstabilkan harga, misalnya mengurangi pajak impor dan pajak atas bahan
mentah, melakukan penetapan harga, menggalakkan pertambahan produksi dan
menggalakkan perkembangan teknologi.
A.
Definisi
Pengangguran adalah seseorang yang sudah tergolong dalam angkatan
kerja karena sudah mencapai umur kerja dan aktif mencari pekerjaan pada suatu
tingkat upah tertentu, tetapi tidak mendapat pekerjaan yang diinginkannya.
Dengan demikian ibu rumah tangga, mahasiswa, dan orang dewasa yang tidak
bekerja, tidak dapat dikatakan penganggur jika mereka tidak aktif mencari
pekerjaan.
Angkatan kerja adalah penduduk yang telah mencapai umur kerja dan
mencari pekerjaan. Penduduk yang telah mencapai umur kerja adalah penduduk yang
telah mencapai umur 15 tahun sampai 65 tahun. Penduduk yang telah berumur
diantara 15 tahun sampai 65 tahun dapat dipandang sebagai tenaga kerja
potensial. Penduduk yang sudah berada dalam lingkup umur ini dapat digolongkan
sebagai tenaga kerja apabila mereka benar-benar memilih untuk bekerja atau
mencari pekerjaan. Secara umum pengangguran maksimal 8%.
B.
Jenis Pengangguran
·
Pengangguran Alamiah
Milton Friedman (Sadono, 2000,
hal. 477) Pengangguran alamiah terjadi dalam keadaan kesempatan kerja penuh atau
full employment. Tingkat kesempatan kerja adalah keadaan dimana
disekitar 95 persen dari angkatan kerja dalam waktu tertentu sepenuhnya
bekerja. Tingkat pengangguran alamiah ini disebut natural rate of unemployment.
Jadi apabila pengangguran dalam perekonomian mencapai 5 persen
maka perekonomian tersebut sudah dapat dianggap mencapai kesempatan kerja penuh
·
Pengangguran Friksional
Pengangguran friksional disebabkan oleh tindakan seorang pekerja
untuk meninggalkan pekerjaanya dan mencari kerja yang lebih baik atau yang
lebih sesuai dengan keinginannya. Seorang pekerja mencari pekerjaan yang lain
karena tidak sesuai upah yang diingikan oleh pekerja sehingga dengan mencari
pekerjaan yang lain diharapkan akan mendapat upah yang lebih tinggi. Atau
pekerjaan yang diinginkan adalah sesuai dengan kesenangannya. Terjadi pada
negara maju, di mana kesempatan kerja lebih tinggi dari pencari kerja.
·
Pengangguran Sruktural
Pengangguran jenis ini disebabkan karena adanya perkembangan
teknologi sehingga permintaan terhadap barang-barang yang sudah lama akan
mengalami penurunan sehingga kegiatan produksinya berkurang dan menyebabkan
pengangguran. Pengangguran jenis ini disebabkan pula oleh adanya persaingan
dari luar negeri yang dapat mematikan perusahaan dalam negeri sehingga
menimbulkan pengangguran.
·
Pengangguran Konjungtur
Pengangguran jenis ini sebagai akibat kerana terjadi fluktuasi
keadaan ekonomi. Ahli ekonomi klasik banyak menyoroti pengangguran karena
fluktuasi ekonomi. Keadaan ekonomi yang tidak menentu yang mengalami naik
turun, berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja dan pengangguran. Jika
terjadi konjungtur turun maka akan berpotensi terjadi pengangguran.
C.
Kurve Philips
A.W. Phillips
tahun 1958 (Mankiw, 2006, hal. 360)
menerbitkan artikelnya di jurnal Economis di Inggris. Artikel tersebut berjudul
The Relationship between Unemployment and the Rote of Change of Money Wages in the United Kingdom 1861-1957. Dalam tulisannya menggambarkan hubungan yang negative antara perkembangan
tingkat pengangguran dengan perubahan tingkat harga (inflasi). Pengangguran
yang rendah cenderung disertai dengan tingkat inflasi yang tinggi, dan tingkat
pengangguran yang tinggi cenderung disertai dengan tingkat inflasi yang rendah.
Temuan Phillips sangat menarik dikaji oleh para pakar ekonomi
besar seperti Samuelson. Dua tahun setelah Phillips menerbitkan artikelnya,
Ekonom Samuelson dan Robert Solow menerbitkan sebuah artikel di American
Economic Review berjudul Analytics of Anti Inflation Policy. Kedua pakar
ini memperlihatkan hubungan negatif antara tingkat inflasi dengan tingkat
pengangguran berdasarkan data di Amerika Serikat. Kedua pakar ini mengemukakan
bahwa tingkat pengangguran yang rendah berkaitan dengan permintaan agregate
yang tinggi, yang pada gilirannya menaikan upah dan harga di seluruh
perekonomian. Samuelson dan Solow menyebut hubungan negative antara inflasi dan
pengangguran dengan istilah Kurve Phillips. Kurve Phillips adalah kurve yang
menunjukan trade off jangka pendek antara inflasi dengan pengangguran.
Kurve Phillips memperlihatkan hubungan antara inflasi dan
pengangguran yang timbul dalam jangka pendek. Kenaikan permintaan agregate
barang dan jasa dalam jangka pendek mengakibatkan jumlah hasil produksi barang
dan jasa yang lebih besar dan harga yang lebih tinggi. Kegiatan produksi yang
semakin besar akan menambah banyak pemakaian tenaga kerja, dan dengan demikian
semakin rendah tingkat pengangguran.
Dalam teori ini ada tiga variabel penting yaitu tingkat
pengangguran, perubahan tingkat upah, dan perubahan tingkat harga atau inflasi.
Tingkat pengangguran ditunjukan oleh sumbu horizontal, sedangkan tingkat
inflasi ditunjukan oleh sumbu vertikal. Inflasi yang terjadi sebagai akibat
dari kenaikan tingkat upah, walaupun dalam pandangan Philips kenaikan upah bisa
terjadi dalam kondisi penggunaan tenaga kerja belum penuh, Apalagi jika
penggunaaan tenaga kerja sudah mencapai pada kondisi full employment
sedangkan permintaan tenaga kerja semakin meningkat, maka akan berpotensi
terjadi inflasi.
Variabel upah mempunyai hubungan yang terbalik dengan tingkat
pengangguran. jika tingkat upah naik maka pengangguran akan turun dan
sebaliknya jika tingkat upah turun pengangguran akan naik. Phillips
mengemukakan bahwa upah naik dengan lebih cepat jika tingkat pengangguran
semakin rendah. Apabila tingkat penganguran rendah, perusahaan merasa sulit
untuk menemukan tenaga kerja yang mereka minta, dan karena itu perusahaan
menawarkan upah yang lebih tinggi untuk menarik Para pekerja. Di
pihak lain apabila pengangguran tinggi, pekerjaan sulit didapat, dan
perusahaan- perusahaan dapat mengisi tiap lowongan kerja yang mereka miliki
tanpa menaikan upah. Bahkan upah mungkin turun karena para pekerja bersaing
untuk mendapatkan
pekerjaan yang langka.
D.
Kebijakan Mengatasi Pengangguran
1.
Fiskal
Mengurangi pajak dan menambah pengeluaran pemerintah
2.
Moneter
Menambah penawaran uang, mengurangi/menurunkan suku bunga
dan menyediakan kredit khusus untuk sektor atau kegiatan tertentu
3.
Segi Penawaran
Mendorong lebih banyak investasi, mengembangkan infrastruktur,
meningkatkan efisiensi administrasi pemerintahan, memberi subsidi dan
mengurangkan pajak perusahaan dan individu
Datfar Pustaka
Rahardja, Pratama & Manurung,
Mandala. 2008. Teori Ekonomi Makro Suatu
Pengantar Edisi Keempat. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Negeri
Indonesia.
Sardono Sukirno. 2004. ”Makroekonomi Teori Pengantar Edisi Ketiga”. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada.
No comments:
Post a Comment